KONSEP SEHAT -SAKIT
SEHAT -SAKIT
Pada
masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang sehat dan sakit
sebagai sesuatu Hitam atau Putih. Dimana kesehatan merupakan kondisi
kebalikan dari penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Anggapan atau
sikap yang sederhana ini tentu dapat diterapkan dengan mudah; akan tetapi
mengabaikan adanya rentang sehat-sakit.
Pendekatan
yang digunakan pada abad ke-21, sehat dipandang dengan perspektif yang lebih
luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa memiliki kekuasaan, hubungan kasih
sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam
hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Haber, 1994).
A.
DEFINISI
SEHAT
Sehat
merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi
juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi,
sosial dan spiritual.
Menurut WHO
(1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna
baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan (WHO, 1947).
Definisi
WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat meningkatkan
konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):
1.
Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem
yang menyeluruh.
2.
Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan
internal dan eksternal.
3.
Penghargaan terhadap pentingnya peran individu
dalam hidup.
UU
No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan
sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
Dalam pengertian
yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana
individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis,
intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik,
social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.
B.
MODEL
SEHAT SAKIT
1. Model Rentang
Sehat-Sakit (Neuman)
Menurut Neuman (1990):
”sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada waktu
tertentu , yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal ,
dengan energi yang paling maksimum, sampai kondisi kematian yang
menandakan habisnya energi total” Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan
dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu
terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk
mempertahankan keadaan fisik, emosional, inteletual, sosial, perkembangan, dan
spiritual yang sehat. Sedangkan Sakit merupakan proses dimana fungsi
individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau
penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya. Karena sehat
dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan
lebih akurat jika ditentukan seseuai titik-titik tertentu pada skala Rentang
Sehat-Sakit. Dengan model ini perawat dapat menentukan tingkat kesehatan klien
sesuai dengan rentang sehat-sakitnya. Sehingga faktor resiko klien yang
merupakan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan dalam
mengidentifikasi tingkat kesehatan klien. Faktor-faktor resiko itu meliputi
variabel genetik dan psikologis.
Kekurangan
dari model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan
titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang itu
(Kesejahteraan Tingkat Tinggi – Kematian). Misalnya: apakah seseorang
yang mengalami fraktur kaki tapi ia mampu melakukan adaptasi dengan
keterbatasan mobilitas, dianggap kurang sehat atau lebih sehat dibandingkan
dengan orang yang mempunyai fisik sehat tapi mengalami depresi berat setelah
kematian pasangannya.
Model
ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan
saat ini dengan tingkat kesehatan sebelumnya. Sehingga bermanfaat bagi perawat
dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih baik dimasa
yang akan datang.
2. Model Kesejahteraan Tingkat
Tinggi (Dunn)
Model
yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara
memaksimalkan potensi sehat pada individu melalui perubahan perilaku. Pada
pendekatn model ini perawat melakukan intervnsi keperawatan yang dapat membantu
klien mengubah perilaku tertentu yang mengandung resiko tinggi terhadap
kesehatan Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan lansia, dan juga
digunakan dalam keperawatan keluarga maupun komunitas.
3.
Model Agen-Pejamu-Lingkungan(Leavell at all.)
Menurut
pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok ditentukan
oleh hubungan dinamis antara Agen, Pejamu, dan Lingkungan
Agen :Berbagai faktor internal-eksternal yang dengan
atau tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa
bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, atau psikososial. Jadi Agen ini
bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan
kesehatan (nutrisi, dll).
Pejamu: Sesorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap
penyakit/sakit tertentu.
Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan
psikososoial yang menyebabkan seseorang yang beresiko menjadi sakit.
Misalnya: Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dll.
Lingkungan: seluruh faktor yang ada diluar pejamu.
Lingkungan fisik: tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat
tinggal, penerangan, kebisingan
Lingkungan sosial: Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi
sosial, misalnys: stress, konflik, kesulitan ekonomi, krisis hidup.
Model
ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis
dari ketiga variabel tersebut. Menurut Berne et al (1990) respon dapat
meningkatkan kesehatan atau yang dapat merusak kesehatan berasal dari
interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungannya.
Selain
dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum
tentang berbagai penyebab penyakit
4. Model Keyakinan-Kesehatan
Model Keyakinan-Kesehatan
menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975) menyatakan
hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan. Model ini
memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan
mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.
Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan
antara lain
1.
Persepsi Individu tentang kerentanan dirinya
terhadap suatu penyakit.
Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit
koroner melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang
meninggal maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.
2.
Persepsi Individu terhadap keseriusan
penyakit tertentu.
Dipengaruhi oleh variabel demografi dan
sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak
(misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)
3.
Persepsi Individu tentang manfaat yang
diperoleh dari tindakan yang diambil.
Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan
mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari
pengobatan medis.
Model ini
membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi,
keyakinan, dan perilaku klien, serta membantu perawat membuat rencana perawatan
yang paling efektif untuk membantu klien, memelihara dan mengembalikan
kesehatan serta mencegah terjadiny penyakit
5. Model Peningkatan-Kesehatan (Pender)
Dikemukakan oleh Pender (1982,1993,1996)
yang dibuat untuk menjadi sebuah model yang menyeimbangkan dengan model
perlindungan kesehatan. Fokus dari model ini adalah menjelaskan alasan
keterlibatan klien dalam aktivitas kesehatan (kognitif-persepsi dan faktor
pengubah).
C.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN DAN TINDAKAN KESEHATAN
1. Faktor Internal
a)
Tahap Perkembangan
Artinya
status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia)
memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Untuk
itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan.
Contohnya: secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan
penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau
mengembangkan perilaku pencegahan penyakit.
b)
Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan
seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri
dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang
pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan
kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk
memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan
pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan sendirinya.
c)
Persepsi tentang fungsi
Cara
seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi
jantung yang kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang
yang tidak pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya,
keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing
orang cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh
dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap
kesehatan dan cara mereka melaksanakannya. Untuk itulah perawat mengkaji
tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yiatu tentang cara klien merasakan
fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak napas, atau nyeri), juga data
objektif yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan
bunyi paru). Informasi ini memungkinkan perawat merencanakan dan
mengimplementasikan perawatan klien secara lebih berhasil.
d) Faktor
Emosi
Faktor
emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap
perubahan hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin
dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam
kehidupannya.
Seseorang
yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons
emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang tidak mampu melakukan
koping secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan
menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani
pengobatan. Contoh:seseorang dengan napas yang terengah-engah dan sering
batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak
dapat menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan. Banyak orang
yang memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan
kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita
kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari pengobatan.
Ada beberapa penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehingga
mereka akan mengakui gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari
pengobatan yang tepat.
e) Spiritual
Aspek
spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,
mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau
teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual
bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang.
Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan
dilihat dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan
dengan keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan
seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh
beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh.
Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara
spiritual.
Ada
beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu,
sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat
dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
f) Faktor
Eksternal
a.
Praktik di Keluarga
Cara
bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara
klien dalam melaksanakan kesehatannya.
Misalnya:
Jika
seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi mejadi
penyakit berat dan mereka segera mencari pengobatan, maka bisasnya anak
tersebut akan malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.
Klien
juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya
melakukan hal yang sama. Misal: anak yang selalu diajak orang tuanya untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya anak dia akan
melakukan hal yang sama.
b.
Faktor Sosioekonomi
Faktor
sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan
mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel
psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja. Sesorang
biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini
akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
c.
Latar Belakang Budaya
Latar
belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk
sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi. Untuk
perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa
yang digunakan.
D.
SAKIT
DAN PERILAKU SAKIT
Sakit
adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau
seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses
penyakit.
Oleh
karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan
Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti
biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan
diri untuk menjalanaio operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi
lain, selain dimensi fisik.
Perilaku
sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau
tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan
upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Seorang
individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai
mekanisme koping.
1.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit :
a) Faktor
Internal
·
Persepsi individu terhadap gejala dan sifat
sakit yang dialami
Klien
akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas
kegiatan sehari-hari.
Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung,
jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam kehidupannya maka
ia akan segera mencari bantuan. Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula
mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit
yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari
bantuan.
·
Asal atau Jenis penyakit
Pada
penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu
fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari
pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan
pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas
dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu
tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian
gejala yang ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi
rencana terapi yang ada.
b) Faktor
Eksternal
·
Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat
mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan
pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan
serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir
pecah-pecah yang dialaminya.
·
Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman
penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan
Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah
menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian
mereka mendisukusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin
akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi
atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan
biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
·
Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang
bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian
perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.
·
Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia
akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia
akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
·
Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat
pelayanan medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem
pelayanan kesehatan. Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang
kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang
tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
·
Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi
atau perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut
dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan
pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-POCO dll). Juga menyediakan
fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak
Bola, dll.
2.
Tahap-tahap Perilaku Sakit
a) Tahap
I (Mengalami Gejala)
Pada
tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ” Mereka mengenali
sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa
tertentu. Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran
terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll); (b) evaluasi terhadap
perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu
gejala penyakit; (c) respon emosional. Jika gejala itu dianggap merupakan suatu
gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari
pertolongan.
Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat, Orang
yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok
sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari
kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya. Menimbulkan perubahan
emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan
emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung beratnya
penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.
Seseorang
awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia
menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan à akan tetapi jika gejala itu
menetap dan semakin memberat maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem
pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.
Pada
tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli,
mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan
implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang
Profesi
kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit
atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam
kehidupannya. à klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.
Bila
klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah
ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem
pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan
kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai
dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan.
Klien
yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia
akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang
diinginkan
Klien
yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan
hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa
kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa
mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha
klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.
b) Tahap
II (Asumsi Tentang Peran Sakit)
c) Tahap
III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)
d) Tahap
IV (Peran Klien Dependen)
Pada
tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada
pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.
Klien
menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan
stress hidupnya. Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban
dan tugas normalnya à semakin parah sakitnya, semakin bebas. Pada tahap ini
klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan
ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun
masyarakat. Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara
tiba-tiba, misalnya penurunan demam. Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan
seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal,
misalnya pada penyakit kronis.
e) Tahap
V (Pemulihan dan Rehabilitasi)
Tidak semua
klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan
kecepatan atau dengan sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan
perilaku sakit akan membantu perawat dalam mengidentifikasi
perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana
perawatan yang efektif
E.
DAMPAK
SAKIT
1. Terhadap Perilaku
dan Emosi Klien
Setiap
orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi
orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain. Penyakit dengan
jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan
sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang
Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau
kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan
menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri. Sedangkan penyakit berat,
apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan emosi dan
perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan
menarikd diri. Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga
terhadap stress, karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.
2. Terhadap
Peran Keluarga
Setiap
orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil
keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami
penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan. Perubahan
tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara
drastis dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi
dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.
Perubahan jangka pendek :
·
klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang
berkepanjangan. Akan tetapi pada perubahan jangka penjang
·
klien memerlukan proses penyesuaian yang sama
dengan ’Tahap Berduka’.
·
Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam
pembuatan rencana keperawatan.
3.
Terhadap Citra Tubuh
Citra
tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya.
Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan
klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan
tersebut. Reaksi klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu
tergantung pada:
Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera
tertentu, atau organ tertentu)
·
Kapasitas adaptasi
·
Kecepatan perubahan
·
Dukungan yang tersedia.
4.
Terhadap Konsep Diri
Konsep
Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana
mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. Konsep
diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya
tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri. Perubahan
konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi
dibandingkan perubahan peran. Konsep diri berperan penting dalam hubungan
seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan
konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi
harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik.
Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.
Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses
pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan
emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya klien akan
merasa kehilangan fungsi sosialnya. Perawat seharusnya mampu mengobservasi
perubahan konsep diri klien, dengan mengembangkan rencana perawatan yann membantu
mereka menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.
5.
Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika
Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil
keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping
terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.
Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan
pengambilan keputusan akan tertunda sampai mereka sembuh. Jika penyakitnya
berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru
sehingga bisa menimbulkan stress emosional.
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar
jika salah satu orang tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman
pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus
menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari
nafkah.
F.
PENINGKATAN
KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT
Peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan dua konsep yang berhubungan erat
dan pada pelaksanaannya ada beberapa hal yang menjadi saling tumpang tindih
satu sama lain.
Peningkatan
kesehatan merupakan upaya memelihara atau memperbaiki tingkat kesehatan klien
saat ini. Sedangkan Pencegahan Penyakit merupakan upaya yang bertujuan untuk
melindungi klien dari ancaman kesehatan yang bersifat aktual maupun potensial. Kegiatan
Peningkatan Kesehatan dapat bersifat Aktif maupun Pasif
a) Peningkatan
Kesehatan Pasif
Merupakan
strategi peningkatan kesehatan dimana individu akan memperoleh manfaat dari
kegiatan yang dilakukan oleh orang lain tanpa harus melakukannya sendiri.
Misal: Pemberian florida pada pusat suplai Air Minum (PAM);
Portifikasi pada susu dengan vitamin D.
b) Peningkatan
Kesehatan Aktif
Pada
strategi ini, setiap individu diberikan motivasi untuk melakukan
program kesehatan tertentu. Misal: Program Penurunan BB, dan Program
pemberantasan rokok, menuntut keikutsertaan klien secara aktif.
Sedangkan Pencegahan Penyakit terdiri dari beberapa
tingkatan adl:
1.
Pencegahan Primer
Merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi
penyakit dan gangguan fungsi, dan diberikan kepada klien yang sehat secara
fisik dan mental. Tidak bersifat terapeutik, tidak menggunakan tindakan yang
terapeutik, dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit
Terdiri dari :
·
Peningkatan Kesehatan: pendidikan kesehatan,
standarisasi nutrisi, perhatian terhadap perkembangan kepribadian, penyediaan
perumahan sehat, skrining genetik dll
·
Perlindungan Khusus: imunisasi, kebersihan
pribadi (PHBS), sanitasi lingkungan, perlindungan tempat kerja, perlindungan
kecelakaan, perlindungan karsinoge dan alergen.
2.
Pencegahan Sekunder
Merupakan tindakan pencegahan yang berfokus pada
individu yang mengalami masalah kesehatan atau penyakit, dan individu yang
berisiko mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk.m Pencegahan
sekunder dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang
tepat sehingga akan mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan klien kembali
pada kondisi kesehatan yang normal sedini mungkin. Pencegahan komplikasi
sebagian besar dilakukan di RS atau tempat pelayanan kesehatan lain yang
memiliki fasilitas memadai. Pencegahan skunder terdiri dari teknik skrining dan
pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara
menghindarkan atau menunda akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit.
3.
Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dilakukan ketika terjadi kecacatan atau
ketidakmampuan yang permanen dan atau tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini
terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui
intervensi yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan Kegiatannya
lebih ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa
dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu
klien mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang
ada akibat penyakit atau kecacatan. mTingkat perawatan ini bisa disebut juga
perawatan preventive, karena didalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap
kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misal: dalamm merawat orang yang
Buta, disamping memaksimalkan kemampuan klien dalam aktivitas sehari-hari, juga
mencegah terjadinya kecelakaan pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Potter, Patricia, 2005, Buku Ajar
Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktek/Patricia A. Potter,
Anne Griffin Perry; Alih Bahasa, Yasmin Asih et al. Editor edisi Bahasa
indonesia, Devi Yulianti, Monica Ester. – Ed.4. – Jakarta ; EGC, 2005
Sumber-sumber lain yang relevan.
Comments
Post a Comment